Oleh : Letkol Inf Eko Ismadi*)
Bagian II-Habis.
KERAJAAN DALAM
KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA
Kerajaan merupakan cikal bakal negara,
pemerintahan, dan budayanya bagi NKRI sekarang ini. Dari kerajaan kita
mendapat contoh dan dari kerajaan pula mendapatkan pengetahuan. Orang
tidak akan menamai Indonesia kalau tidak kerajaan dan Penjajah juga
tidak akan datang ke Indonesia kalau tidak ada kerajaan. Mengapa Belanda
sebagian kedudukan pemerintahan ada di Jawa ?
Kenapa juga Belanda
menentukan kedudukan Pulau jawa menjadi pertimbangan politiknya ?
Di
jawa masih ada tersisa kekuatan Magiz spiritual Kerajaan dan simbul
persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia. Dengan mengusai Indonesia maka
seluruh wilayah Indonesia dapat dikendalikan secara bersamaan.
Pusat
kekuatan Militer dan kegiatan bermasyarakat dan bernegara ada di Pulau
Jawa. Ini semata bukan mengistimewakan pulau jawa dan keberadabannya
tetapi kondisi alam dan rotasi perputaran kehidupan bangsa Indonesia
yang terakhir sebelum Belanda menjajah Indonesia ada kerajaan di Pulau
Jawa.
Perlu diketahu di luar jawa pernah ada kerajaan besar seperti
Sriwijaya yang menginginkan adanya persatuan dan pesatuan nusantara
namun belum terlaksana keinginan itu mereka harus menghadapi musuh yang
ada dalam dirinya snediri akibatnya Sriwijaya tidak adapat bertumbuh.
Namun semangat spiritual kerajaan itu tidak berakhir disitu dilanjutkan
oleh Kerajaan Majapahit ketika masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan
Patih Gajah Mada.
SIMBOL KEBUDAYAAN INDONESIA DAN DUNIA
Kebudayaan dan
Kepribadian adalah bagian utuh dari kehidupan. Di Indonesia dikenal
dengan watak dan kepribadian Timur secara umum serta masyarakat Jawa
khususnya.
Tanggung jawab kita adalah memfilter kebudayaan asing yang
masuk tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Demikian pula menjaga
kebudayaan kita dengan baik agar kebudayaan kita berkembang makin baik
dan kita tidak kehilangan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Nilai-nilai luhur Nusantara amat lah banyak sehingga menjadi watak
hampir di semua lapisan masyarakat, ciri dari nilai-nilai tersebut
tercermin pada perilaku masyarakat yang santun dan beradab bukan hanya
kepada sesama manusia tapi juga meliputi alam dan mahluk-mahluk lainnya.
Tentunya perilaku ini tercipta bukan dengan waktu yang singkat tapi
selama ribuan tahun.
Keraton sebagai symbol kebudayaan dan peradaban
yang maju serta luhur tidak hanya dilihat dari aspek fisik bangunan saja
tetapi meliputi seluruh aspek, sandang, pangan & papan, tatanan
sosial, perilaku, dan adat tradisinya Itu semua adalah monumen yang
harus dilestarikan. Jika di negara-negara lain mempunyai masakan-masakan
yang lezat yang hanya bermain di tataran rasa lidah & kemasan,
Tetapi keratin memiliki makanan yang mampu menembus kedalaman philosophy
nya. Lihat saja nasi Tumpeng dengan warna-warni yang melambangkan
asal-usul kehidupan ini di ciptakan, atau dapat kita bisa melihat karya
luhur lainnya seperti keris, batik, dan yang lainnya. Leluhur Nusantara
mampu menyisipkan nilai-nilai tuntunan dalam seluruh kegiatan
masyarakatnya sehingga menciptakan Budaya Unggul “culture of excellence”
mampu menciptakan Lingkungan Keunggulan “environment of excellence”
sehinga tercapai lah keunggulan itu sendiri dalam segala bidang dan
kehidupan.
SIMBOL LUHURNYA SUATU KEKUASAAN PEMIMPIN
Dalam sebuah diskusi
di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Desember 2010, seorang
narasumber dengan “nada bercanda” mengatakan bahwa keraton adalah kera
yang ditonton. Tak pelak, candaan tersebut memantik protes dari
masyarakat Yogyakarta. Bahkan sang narasumber dilaporkan ke polisi dan
rumahnya digerebek massa. Kejadian empat tahun yang lalu tersebut sangat
menarik untuk melihat bagaimana “orang” melihat keraton. Ada banyak
yang mendukung, namun tidak sedikit yang mencibirnya. Mereka yang
mendukung menggap bahwa keraton merupakan simbol “peradaban” dan
identitas sebuah daerah sehingga bersikap tidak hormat dianggap
melecehkan dan menghina daerah tersebut. Dan untuk itu semua, tidak
sedikit orang yang berela hati untuk mengorbankan jiwaraganya. Sedangkan
mereka yang mencibir beranggapan bahwa keraton merupakan simbol
feodalitik yang tidak cocok dengan alam modern yang demokratis, sehingga
keraton harus “ditiadakan”, baik secara langsung atau tidak langsung.
Keraton tidak semata-mata sebuah sistem pemerintahan yang hidup pada
zaman dan wilayah tertentu. Keraton adalah manifestasi dari multi-nilai
yang hidup dan diyakini oleh masyarakat pendukungnya. Keraton adalah
simbol dari tapak peradaban. Menurut Geertz (1992: 3), simbol berfungsi
untuk mensintesiskan suatu etos bangsa. Dengan memposisikan keraton
sebagai simbol peradaban, maka melalui keraton kita dapat mengetahui
bagaimana etos masyarakat yang menjadi pendukung dari keraton tersebut.
Menurut Geertz, etos bangsa tersebut meliputi nada, ciri, dan kualitas
kehidupan mereka, moralnya dan gaya estetis dan suasana hati mereka, dan
pandangan dunia mereka, yaitu gambaran yang mereka miliki tentang cara
bertindak, gagasan-gagasan paling komprehensif tentang gagagsan. Bila
kita hendaka menempatkan keraton sebagai manifestasi dari etos “bangsa”
maka untuk memahaminya kita perlu masuk dan menggunakan bahasa dan
istilah-istilah yang digunakan oleh keraton. Kita tidak mungkin memahami
keraton hanya berdasarkan sistem nilai modernitas. Juga merevitalisasi
keraton dengan menggunakan semata-mata ukuran demokrasi hanya akan
menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat dan tidak bermanfaat untuk
keraton. Dengan memposisikan keraton sebagai sebuah simbol dari sebuah
tahapan proses peradaban, maka akan ada kesadaran bahwa betapa
pentingnya keberadaan keraton. Keberadaan bangsa Indonesia saat ini,
dengan Pancaila sebagai ideologinya, merupakan gerak lanjut dari proses
dari perdaban untuk menjadi lebih baik. Jika saat ini lebih baik, bukan
berarti yang lebih dulu menjadi tidak baik, tetapi dapat menjadi sumber
informasi bagaimana sebuah nilai tersebut berproses dan menjadi seperti
saat ini.
DIY DAN EKSISTENSINYA BAGI BANGSA INDONESIA
Melesatarikan
kebudayaan dan Keraton bukan untuk “siperlakukan sepertik koleksi
museum” yaitu dengan menjaga keraton untuk tidak berubah sama sekali,
tetapi bagaimana pemahaman tersebut dapat digunakan sebagai bekal dan
landasan untuk melakukan transformasi keraton yang selaras dengan
perkembangan zaman namun tanpa kehilangan jatidirinya. Keraton juga
sebagai tapak tilas sejarah peradaban, dengan demikian maka pemahaman
yang benar dan tepat adalah keraton dapat dijadikan sumber inspirasi
untuk membangun bangsa Indonesia agar mencapai kejayaan dan
terselamatkan dari konflik dan permasalahan. Sekarang ini dengan
diadakannya kajian terhadap kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, maka kita
akan tahu bagaimana kedua kerajaan tersebut membangun kejayaannya dengan
berlandaskan kepada kondisi alamnya. Lain dari pada itu, kita juga
dapat mengambil hikmah pelajaran agar tidak kita Indonesia juga
“tenggelam seperti dialami oleh Sriwijaya dan Majapahit. Kita sangat
menyadari bahwa keraton tidak mungkin bertahan untuk tidak berubah sama
sekali, tetapi bagaimana keraton berdialog dengan masa kini, untuk
merumuskan masa depan tanpa kehilangan ke-jatidirian-nya. Sebagaimana
kita sebutkan Keraton merupakan tapak tilas sejarah perjalanan hidup
bangsa Indonesia. Dapat pula dikatakan Keraton bagian dari sejarah
perjalanan bangsa, maka sudah sewajar dan seharusnya jika kita
memposisikan keraton sebagai bagian utuh dari perjalanan bangsa ini.
Meskipun masih, ada pihak yang terus berupaya untuk menegasikan
keberadaan keraton karena beranggapan keraton “tidak sejalan” dengan
perkembangan zaman, itu adalah hal yang wajar. Buku-buku sejarah menulis
dan mengajarkan peran penting keratin dalam kemerdekaan Indonesia, juga
menjadi sumber inspirasi bagi Indonesia dalam membangun ideologi
bangsanya, namun peran keraton sempat dimarginalkan dimasa Orde Lama dan
Orde Baru. Di masa masa reformasi, barulah Fungsi dan keberadaan
keraton diakui, setelah adanya pengakuan setiap kelompok masyarakat dan
individu memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat dan menunjukkan
eksistensinya.
KEKUATAN SPIRITUAL SEJARAH Sebelum menguraikan bagian
ini, kita patut mengajukan pertanyaan, mengapa di negara-negara Eropa,
seperti Inggris, Spanyol, Belgia, Norwegia, dan Belanda, sistem kerajaan
masih tetap dipelihara? Kalau tidak untungnya atau tidak ada manfaatnya
tidak mungkin demikian pula mengapa sejarah ditulis terus kalau tidak
ada manfaatnya dan gunanya. Dan sebenarnya perilaku kitapun setiap
hari tidak lepas dari sejarah. Karena pondasi kekuatan kerajaan itu ada
disejarah sehingga semua yang mengurus dan ada di dalam Keraton haruslah
orang yang paham sejarah. Kekuatan spiritual sejarah yang dimaksudkan
adalah contoh dan tauladan serta keluhuran budi yang diwariskan dan
dapat dijadikan pelajaran bagai generasi berikutnya. Dari pemahaman itu
kemudian dapat menggerakan seseorang untuk melakukan seperti apa yang
dia pahami dan dia yakini. Sebagaimana kita mempelajari agama kalau
hanya paham yang tertulis saja tidak mengerti spiritualistasnya maka
ajaran agama itu hanya cerita dan dongeng belaka.
SABDA RAJA DAN MASA
DEPAN KERAJAAN
Mengurus Keraton bagaikan “mengangkat barang yang
terendam” yang berarti ini bukan merupakan persoalan yang mudah. Maka
diperlukan upaya untuk mengembalikan eksistensi keratin. Setting sosial
budaya dan ekonomi politik yang menopangnya sudah jauh berbeda dari
zaman dimana keratin dulu pernah ada. Terkait dengan kekuasan raja atau
sultan, tentu tidak dimungkinkan mengembalikan kekuasaan raja atau
sultan seperti sebelum kemerdekaan. Revitalisasi keraton tentu saja
harus berlandaskan kepada tata-aturan perundangan yang berlaku, sehingga
keberadaan keraton dapat menjadi sumbangan positif dalam upaya
mendorong kejayaan Indonesia. Namun demikian, perlu juga dipahami bahwa
dalam merevitalisasi keraton juga harus didasarkan nilai-nilai yang
dimiliki oleh keraton. Untuk itu diharapkan kepemimpinan Raja dan Sultan
dimasa kini ditujukan untuk membangun tetap kokoh dan kuatnya peranan
Keraton buka sebaliknya. Ciri kepemimpinan seperti ini harus didasari
pada pemahaman sejarah, inetrpretasi dan omplementasi. Diperlukan
pandangan jauh ke depan yang mencakup kepentingan Keraton secara
keseluruhan dan membangun komunikasi dengan kehidupan kebangsaan.
Kecerdasan masyarakat saat ini tidak hanya ilmu pengetahuan saja tetapi
juga sudah mencakup kecerdasan sipirtual. Seyogyanya apa yang menjadi
kebijaksanaan kepemimpinan keraton harus pula didasarkan pada
kepentingan kelestarian Keraton. Tolak ukur yanbg dapat digunakan yaitu
catatan sejarah kepemimpinan raja banyak yang dapat dijadikan contoh dan
tauladan bagaimana Raja Bersabda dan Sabda yang berasal dari Raja.
Semoga Tulisan ini bermanfaat bagi kita semua TRAH, KERABAT, Dan MEREKA
YANG PEDULI terhadap peranan, fungsi, manfaat, dan keradaan di
Indonesia. Sebagai bagian dari sarana dan upaya untuk membangun
kehidupan bangsa yang lebih baik dan sejahtera.
HABIS
Penulis adalah pemerhati Sejarah.
Home
»
Nasional
»
Opini
» II : Jogjakarta, Kerajaan, Daerah Istimewa, Dan Wilayah Republik Indonesia Dalam Dimensi Spiritual Sejarah Dan Simbol Budaya Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Kota Bandung
- Kabupaten Bandung
- Kota Cimahi
- Kabupaten Bandung Barat
- Kabupaten Subang
- Kota Depok
- Kabupaten Bekasi
- Kota Bekasi
- Kabupaten Karawang
- Kabupaten Purwakarta
- Kabupaten Sukabumi
- Kota Sukabumi
- Kota Bogor
- Kabupaten Bogor
- Kabupaten Cianjur
- Kota Tasikmalaya
- Kabupaten Tasikmalaya
- Kota Banjar
- Kabupaten Pangandaran
- Kabupaten Garut
- Kabupaten Ciamis
- Kabupaten Sumedang
- Kota Cirebon
- Kabupaten Majalengka
- Kabupaten Kuningan
- Kabupaten Indramayu
- Kabupaten Cirebon


Tidak ada komentar: